Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Thursday, June 01, 2006

Pak Rorim di Mata Agen Koran dan Wartawan


PENDIRI Sinar Harapan (1961-1986 dan 2001-sekarang), Hendrikus Gerardus Rorimpandey, Minggu (17/11) siang dimakamkan di TPU Pondok Rangon, dalam upacara militer, dengan inspektur upacara Mayjen (purn) EY Kanter, mantan Kababinkum ABRI., dihadiri oleh para keluarga, sahabat, mantan anak buah dan handai taulan.

SEBELUMNYA, dia disemayamkan di gedung Sinar Kasih di Jalan Dewi Sartika 136 D, Jakarta Timur, komplek perkantoran koran dan percetakan yang dulu dibangunnya bersama para tokoh pendiri Grup Sinar lainnya. Di sini, mereka yang pernah dekat dengan almarhum menyampaikan kenangan dan catatan tentang Pak Rorim, panggilan akrab HG Rorimpandey.

Yang bicara bukan saja para bos dari Grup Sinar, seperti Sabam Siagian, Sasongko Sudarjo, atau para tokoh pers seperti Jacob Oetama, Aristides Katoppo dan Sofyan Lubis, tapi juga orang-orang yang pernah dan masih terus terlibat dengan Sinar Harapan. Misalnya saja para agen koran di Jakarta seperti Laris Naibaho, Sahala Hutagalung, Usdin Nainggolan, Thio Kim Hok, Dharmawan dan Rahardja (Bogor).

Laris pada kesempatan itu menyebut bahwa para agen koran ibarat pihak boru dalam adat Batak yang harus senantiasa marhobas untuk pihak hula-hula (raja) dalam hal ini penerbit koran. Namun demikian, bersama Pak Rorim dia merasakan hangatnya perhatian terhadap pada agen atau wong cilik bahkan semasa Sinar Harapan mengalami masa jayanya hingga tahun 1986. ”Pak Rorim biasa mengunjungi ke rumah kami,” ujarnya.

Maka ketika Sinar Harapan mengumumkan akan hadir kembali Laris, yang menjadi agen sejak 1971, mengaku dirinya merasa sangat senang. Ada satu kenangan terakhir baginya terutama ketika Pak Rorim masih mau menyempatkan diri untuk berbicara dengan agen-agen koran.Semangat Pak Rorim itu dirasakan kembali para agen ketika mereka diundang berkaitan dengan rencana menerbitkan kembali Sinar Harapan pada 2 Juli 2001. ”Saya masih ingat sekali waktu beliau berkata bahwa dirinya ingin sekali melihat kembali senyum cerah para agen seperti ketika Sinar Harapan masih besar di mata masyarakat,” katanya.

Ketika berbicara kepada para agen waktu itu, Pak Rorim sudah sulit berbicara, namun terpancar kuat semangat dan keyakinannya.Laris juga mengatakan bahwa di tahun 80 an, Pak Rorim lah yang pertama kali mempelopori pemberian tas kepada loper-loper koran. ”Pada saat itu untuk bertemu dengan penerbit atau Pak Rorim adalah sesuatu yang sangat istimewa, apalagi tidak jarang kita diundang untuk makan. Tidak seperti sekarang ini dimana undangan itu sudah biasa,” ujarnya.

Kesan yang sama juga disampaikan oleh Andres Piade, seorang agen Sinar Harapan di Bekasi Timur. Menurut dia, Rorimpandey adalah seorang top manager yang perhatian dengan siapapun termasuk, para agen koran. Baginya, agen adalah anggota keluarga yang paling tidak harus dihargai dan diperhatikan. Karena, tanpa agen dan loper, koran tidak akan sampai kepada pelanggan dan pembacanya.

Peduli Kesejahteraan
Mantan wartawan, Panda Nababan, yang kini Anggota DPR-RI, merupakan satu di antara jebolan wartawan Sinar Harapan yang cukup lama mengenal dan dekat dengan Almarhum Hendrikus Gerardus Rorimpandey. Panda bergabung dengan SH sejak tahun 1971, dan banyak kesan yang tak mungkin dilupakannya selama belasan tahun bersama Pak Rorim (panggilan akrab Rorimpandey). Dalam percakapan di rumah duka, Jumat (15/11) malam.

Panda mengungkapkan kalau membicarakan orang yang sudah meninggal, biasanya hanya yang baik saja. ”Tapi saya tidak berbasa-basi. Di mata saya, Om Her (sapaannya kepada Rorimpandey, red.) memang legendaris, baik sebagai pemimpin, konsitensi dan kepedulian terhadap wartawan muda, termasuk soal kesejahteraan,” ungkapnya. Ada satu kisah di tahun 1971, yang tidak mungkin dilupakannya. Sebagai wartawan pemula, di satu siang, dirinya dihampiri Pak Rorim dan mengajaknya makan siang berdua.

”Sebagai wartawan pemula, saya hampir tidak percaya dan sangat terkejut, karena yang mengajak itu Pemimpin Umum Sinar Harapan,” katanya.Di sela-sela makan Pak Rorim mengatakan, ”Pan, berita kau itu hebat! Saya bangga, karena jadi bahan pembicaraan dalam pertemuan antara Pemred dengan Menpen,” papar Panda.

”Jadi, bukan soal harga makanan, tapi itu memperlihatkan betapa besar perhatian Om Her kepada wartawan. Saya sangat merasakan itu.”Tahun 1974 dia ditugasi meliput perang Vietnam selama sebulan. Suatu hari, Pak Rorim bersama ibu mendatangi istrinya dan kemudian mengajak untuk nonton di Bioskop Megaria dan pulang membawa mie pangsit. ”Bisa dibayangkan, bagaimana perasaan istri saya, karena dijemput dan diajak nonton seorang pimpinan,” kenangnya.

Dalam memimpin, Om Her selalu melakukan pendekatan personal kepada wartawan atau karyawan lain, dia mengenal semua karyawan sampai yang paling bawah. ”Pendekatan seperti itu, saya sering tiru ketika di kemudian hari saya menjadi pemimpin di koran dan majalah saya,” ujar Panda, yang mengundurkan diri dari Sinar Harapan pada 1986 sebelum koran ini dibreidel, untuk mendirikan harian Prioritas.

Panda juga merasakan sendiri sikap konsisten Rorimpandey. Suatu ketika, ada instruksi dari pihak luar (penguasa-red) agar Aristides Kattopo disingkirkan dari Sinar Harapan. Itu satu syarat bagi Sinar Harapan saat itu. ”Kebetulan saya ikuti rapat itu dan kami bersikeras menolak hal itu. Sikap kami itu sangat didukung Om Her,” ujarnya.Sikap konsisten itu juga diperlihatkan pada kasus pemberitaan yang menimbulkan konflik kepentingan..

Ada hasil investigasi mengenai proyek yang bermasalah. Proyek itu melibatkan pengusaha besar. Ketika saya konfirmasi berita itu kepada pengusaha yang bersangkutan, dengan sikap angkuh dia mengatakan, ”Saya bangun Jakarta tapi tidak pernah satu kali pun jadi head line. Tapi satu kesalahan langsung ribut. Saya juga sering bantu wartawan,” ujar Panda meniru pengusaha itu. Karena dia merasa pengusaha itu begitu sombong, maka dia berkeras melawannya.

”Kami bertengkar. Rupanya, si pengusaha mendekati teman akrab Om Her, Pak Erik Samola dan meminta agar berita itu dihentikan. Akibatnya, saya dipanggil Om Her. ”Pan, saya dengar kau bertengkar. Ada apa? Saya jelaskan, dia sombong dan saya lawan. Ini ada rekaman kalau Om Her mau dengar,” ujar Panda. Mengenai permintaan agar berita itu dihentikan, Om Her menceritakan juga kepadanya. ”Pan, dia minta berita itu distop. Menurut kamu, bagaimana? Karena saya dimintai pendapat, saya katakan saja agar diteruskan. Itu didukung Om Her. Padahal kurang cs apa Om Her dengan Pak Erik Samola? Sering Om Her mengesampingkan relasi dan bisnis dalam mengelola Sinar Harapan. I

tu bentuk konsistensinya. Jadi saya bilang, kalau soal konsistensi itu, Om Her memang legendaris,” kenang Panda.Pada masa dirinya aktif sebagai wartawan, juga sering dipanggil dan diperiksa aparat keamanan berkaitan dengan berita. Setiap kali mendapat panggilan (dari aparat keamanan-red). ”Om Her selalu berpesan agar jangan lupa membawa handuk good morning dan sikat gigi. Karena saat itu, biasanya kalau dipanggil langsung ditahan.” (fel/sat/ady/edl/kbn/dre)

Sumber : Sinar Harapan, 18 November 2002
Sumber Foto : Tokoh Indonesia

No comments: