Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Sunday, June 25, 2006

LOPERTIKA


SIAPA BERJUANG UNTUK SIAPA
Oleh Laris Naibaho

Marsinah boleh jadi sedang tersenyum manis dari liang lahat sana. Karena kendati kepergiaannya “dipercepat”, tapi paling tidak hasil kerjanya, atau jejak langkahnya masih diteruskan oleh rekan-rekannya yang setia memperjuangkan nasib buruh.
Jadi mereka yang statusnya buruh berbahagialah, karena betapapun penghasilan seorang buruh masih tetap belum memadai untuk meng-asap-i dapur, dan apalagi untuk menyekolahkan anak, paling tidak, masyarakat dan negara telah mengakui keberadaan buruh.
Lihat saja, ada Undang-Undang Perburuhan yang mengatur keberadaan buruh. Dan jika buruh merasa atau mengalami hal-hal yang merugikan dirinya, dia bisa berlari ke lembaga-lembaga perburuhan, semisal Serikat Buruh Seluruh Indonesia(SBSI)atau Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dan ada banyak lembaga bantuan hukum yang standby untuk membantu, karena itu tadi, buruh jelas keberadaannya, meskipun kenyataannya, buruh sering menjadi bahan eksploatasi oleh mereka yang mengaku sebagai wakil buruh.
***
Kalau saja founding father’s negeri ini, dulunya sudah mengenal loper, tentu pasal-pasal di UUD ‘45 barangkali akan memuat salah satu butir yang memuat tentang keberadaan loper dan perlindungan terhadapnya. Soalnya, seorang penyair terkemuka, Taufik Ismail memberi judul untuk puisinya : “Loper adalah bagian dari tubuh bangsa.”
Taruhlah bunyi pasal tersebut seperti ini :

“Setiap Industri Pers, yang mengkaryakan seseorang ,yang selanjutnya disebut
loper, wajib memberi perlindungan terhadapnya berupa kesejahteraan, termasuk di
dalamnya proteksi kesehatan, pendidikan dan kenyamanan lainnya, di mana setiap
kelalaian terhadap hal tersebut, perusahaan yang bersangkutan dapat dicabut izin
usahanya.”

Atau memang Founding Father’s memang tidak membuatnya secara rinci, tapi meminta setiap warga Negara meminta memahami :“Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”, yang sehingga, apabila sebuah industri pers maju, loper seharusnya tidak lagi merana.
***
Jadi 61 tahun sudah Indonesia merdeka, ada banyak penerbit pers yang malang-melintang di negeri ini. Insan yang lahir di sana, juga banyak yang hebat-hebat yang duduk di legislatip, bahkan di eksekutip, pun pengusaha pers, yang sukses tidak terbilang jumlahnya. Tapi adakah pikiran mereka pernah berwisata kepada kehidupan loper yang masih tetap begitu-betitu?
Padahal kalaulah kita mau mengakui, begitu banyak orang sukses di negeri ini yang “disukseskan” oleh para pengusaha pers, termasuk diantaranya untuk bisa jadi Presiden. Soalnya, hehehe…istilah ini bukan barang baru, “ Who the Press behind Presiden”. Sederhananya, kalau ingin jadi Presiden pastilah harus lebih dulu sungkem ke pengusaha pers. Dan kalau demikian halnya, begitu sulitkah menaikkan “martabat” loper, agar kelak, profesi ini menjadi salah satu tujuan bagi mereka yang mencari pekerjaan?
Akan atau tidak akan, pertanyaan ini, akan terus dan terus, dan pada akhirnya, pertanyaan seorang Arnold Hutapea menjadi menderu lengket di kepala, “Di era siapakah loper itu akan mendapat perhatian yang paripurna?”
***
(Hidup SPS. Hidup PWI. Hidup FOSPI. Hidup AJI.Hidup Asosiasi Agen Media Cetak Indonesia. Hidup Koperasi MMS. Hidup Kelompok 12Plus. Hidup Cplus. Hidup Aliansi Agen Bersatu)
(Tersenyumlah loper.)
***
larisnaibaho@hotmail.com

No comments: