Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Wednesday, May 31, 2006

Loper Koran Itu Setiap Hari Berpacu dengan Waktu


Sebuah bus berhenti di halte depan hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Abdul Malik (26 tahun) meloncat masuk ke dalam bus melalui pintu depan. Tumpukan koran yang ada di tangannya ditawarkan kepada penumpang. Lalu ia turun dari pintu belakang.

Malik terpaksa harus melakukan ini setiap kali bus berhenti di halte. Tidak sampai lima menit, bus itu akan segera kembali berjalan. Setiap hari dia harus berpacu dengan waktu untuk menjajakan koran kepada penumpang bus kota. Begitulah potret seorang loper di Ibu Kota yang rentan dengan kecelakaan lalu lintas.

Pada pukul 05.00 WIB, ia mendatangi agen koran di Cawang, Jakarta Timur. Setelah mendapatkan jatah bagiannya, ia menumpang bus yang melewati Gatot Subroto. Sambil menyelam minum air. Ia tawarkan korannya pada penumpang. Setelah sampai di depan Polda Metro Jaya, ia turun. Di sana ia memiliki banyak pelanggan. Koran-koran dalam kota yang bertemakan kriminal, banyak diminati aparat polisi. Namun beberapa koran nasional mereka beli juga sebagai tambahan informasi yang lain.

Lain halnya dengan Ari. Remaja usia 14 tahun ini berjualan di Stasiun Pasar Minggu. Ia dengan gesit naik dan turun kereta api listrik. Gerakannya harus cepat karena kereta hanya sebentar berhenti di stasiun untuk kemudian melanjutkan perjalanan. Ari khusus bekerja di dalam kereta. Koran-koran beraromakan kriminal dan satu surat kabar nasional berukuran tabloid banyak diminati penumpang kereta. ''Harganya kan cuma seribu,'' ujarnya. Biasanya ia berjualan sepulang sekolah. Satu hari ia bisa mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 15 ribu.

Betapa riskan pekerjaan kedua pemuda ini. Naik-turun kendaraan umum harus dilakukan dalam waktu singkat. Kondisi badan yang fit dan gesit menjadi prioritas utama. Tanpa itu semua, sulit membawa uang ke rumah. Beruntung bagi Ari. Sub agen yang menjadi bosnya, Idris (30), mengharuskan para lopernya menyisihkan uang senilai Rp 1.000 setiap hari. Tujuannya sebagai tabungan untuk kondisi darurat. Terkadang jika masih ada sisa, setelah Idul Fitri, Idris membawa keenam lopernya untuk jalan-jalan.

Para loper banyak yang belum mengetahui jika mereka bisa mendapatkan asuransi kesehatan secara gratis. Yayasan Loper Indonesia (YLI) sudah memulainya dengan memberikan polis asuransi kesehatan selama satu tahun. ''Ini sebagai wujud terima kasih kami kepada para loper,'' ujar Laris Naibaho, ketua umum YLI. Pemberian polis ini melalui kerjasama dengan penerbit-penerbit koran dan juga perusahaan asuransi, PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya.

Pemberian polis asuransi ini sebagai tindak lanjut dari pengukuhan Loper's Day yang digelar di Senayan pada 11 Maret lalu. Setiap 11 Maret, para loper memiliki hari istimewa. Ini artinya, profesi loper diakui penting. Namun terkadang mereka terlupakan. Padahal yang berkenaan langsung dengan konsumen adalah para loper. Dengan tanpa banyak keluhan, mereka mendatangi rumah-rumah yang berlangganan koran. Tidak sedikit yang memiliki sepeda atau motor sebagai alat transportasi. Tapi kebanyakan mereka menggunakan alat transportasi dengan kakinya.

Bagi mereka yang beroperasi di atas angkutan umum, kecelakaan bisa menimpa mereka setiap saat. Memang seperti itulah tempat mereka bekerja. Sopir angkutan yang tidak melihat mereka turun dari kendaraan, atau mungkin mereka sendiri terlambat naik dan turun dari kendaraan. Bahkan kaki keseleo pun menghambat gerak mereka berjualan. Pelanggan biasanya tidak mau tahu, yang penting koran sampai di tangan tanpa keterlambatan. Saat penerbit yang tidak tepat waktu, loper yang kena getahnya dari konsumen secara langsung. Dimarahi, diomeli, atau diancam akan berganti loper, seperti yang dialami Yadi, loper yang beroperasi di perumahan sekitar Jalan Pejaten Raya.

Kepedulian terhadap loper boleh dibilang sangat rendah. Banyak yang memandang profesi ini dengan sebelah mata. Itu juga yang menyebabkan para loper enggan untuk bergabung dengan YLI. Mereka pikir, YLI hanya melakukan kepedulian sesaat saja. Endang (32), agen koran di kawasan Jatibening, Bekasi, merasakan hal ini. Awalnya ia pikir pemberian polis asuransi yang didengung-dengungkan pada Loper's Day hanya bersifat hangat-hangat tahi ayam. Namun ketika ia didatangi oleh pihak YLI dan hadir dalam pemberian polis asuransi kepada 300 loper pada 2 Agustus lalu, Endang yakin para loper memiliki kesejajaran profesi dengan yang lain. Dengan tidak segan-segan, ia daftarkan 16 loper binaannya untuk mendapatkan polis asuransi pada gelombang berikutnya.

Dari 16 loper yang berada di bawah naungan Endang, tidak seluruhnya memiliki pendidikan yang baik. Tidak sedikit di antara mereka yang putus sekolah. Bahkan ada yang hanya bersekolah sampai kelas 3 SD. Harapan Endang, YLI dapat memberikan asuransi pendidikan juga. Ini adalah langkah awal. Laris Naibaho mengatakan, suatu saat nanti asuransi yang diharapkan Endang dapat diberikan. Hanya saja untuk saat ini, asuransi kesehatanlah yang paling penting bagi para loper. Mengingat ancaman penyakit dan kecelakaan yang bisa mendera mereka setiap saat.

Sumber : Republika, Selasa, 09 Agustus 2005
Sumber Foto : Tour de Bali (ilustrasi)