Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Saturday, March 23, 2013


Aku telah berdoa untuk mu kekasih
 
andai kau datang kembali,
tebarkan senyum seperti ketika pertama kita jumpa
tentu penghuni sorga akan bertepuk tangan
panjatkan puja-puji dan nyanyikan lagu indah
juga menyisipkan bait-bait kalimat yang kutulis
dan kurajut dari seluruh perpustakaan jiwaku
 
oh, belahan hatiku
mengapa tak kau sempat kan singgah lagi di hatiku
hati yang senantiasa mencintai dan merindukanmu
gairah hidup menipis tanpamu
dan doa menjadi tanpa asa
kendati ku tahu, setiap doa adalah harapan
 
Oh, Tuhan, jika pagi ini
aku tidak bersamanya,
berilah dia keteguhan iman
kendati itu sudah dimilikinya
dari sejak jutaan tahun yang lalu
ketika pertama kali kami bertemu
di taman 'kerinduan' yang Tuhan bangun secara khusus
untuk kami...
 
tuhan, aku melipat tanganku
mendesiskan suaraku dan berharap pada-Mu
biarlah bunyi lonceng gereja menjadi penyejuk hatinya
serta  pengingat janji kami, ketika Pendeta
berkata, "Hanya kematian saja yang bisa memisahkan raga kalian..."
 
tuhan,lindungilah kekasih jiwaku
karena kutahu, kedua tangan ini, tak sepanjang tangan-Mu melindunginya
dan mata ini, tak setajam penglihatan-Mu mengawasinya
jika pun tak setiap saat aku tak berada di sampingnya
biarlah raga dan jiwanya selalu dalam pelukan-Mu.
 
 
***
I have been praying for you sweetheart
 
if you come back,
scatter smile like when we first meet
inhabitants of heaven will certainly applaud
pray and sing the praises of a beautiful song
also insert verses written sentences
and I knitted the entire library of my soul
 
oh, my heart hemisphere
why do not you have time it stopped again in my heart
heart always love and miss you
without thinning passion
to be without hope and prayer
although I know, every prayer is hope
 
Oh, God, if this morning
I'm not with her,
give him a strong faith
although it already has
since millions of years ago
when we first met
in the park 'longing' that God woke specifically
for us ...
 
God, I folded my arms
hissing voice and hope in Thee
Let the sound of church bells to air his
and our appointment reminders, the Rev.
said, "Only death alone can separate your body ..."
 
God, protect the lover of my soul
as I know, these hands, not all hands to protect your
and eyes, not as sharp as thy sight to watch
if it did not at any time I could not be on his side
let the body and soul are always in thy arms.
***
Depok, 24032013
(ohabian siral)
 
 

Thursday, March 21, 2013

JAMORDONG MERINDUKAN LAPANGAN TERBANG
Oleh Laris Naibaho
Setiap kali Jamordong bertelepon kepada Bisuk anaknya yang kini menjadi  Direktur Utama  sebuah perusahaan multy nasional, juga  menjadi orang penting di berbagai organisasi yang cukup berpengaruh di negeri ini, selalu  mengakhiri kata-kata yang membuat Bisuk mengurut dada, sedih, bercampur amarah.
Bisuk sangat memahami maksud kata-kata ayahnya yang selalu merindukannya. Tapi sangat tidak setuju, bila ayahnya mengklaim bahwa dia tidak sayang, tidak hormat, dan lebih mengutamakan pekerjaan dari pada menjenguk ayahnya yang sudah mulai dimakan usia.
“Ai so adong be holong ni roham mar Among dohot mar Inong, Bisuk!  Nunga humolong  ho tu karejo dohot artami. Jolo mate ma do au asa berengonmu?” Begitu selalu ayahnya, si Jamordong berujar, yang membuat hatinya terluka. Padahal sesungguhnya , Bisuk sangat menyintai Among dan Inongnya,  melebihi cintanya kepada;  anak-anaknya, isterinya,  termasuk melebihi cintanya kepada dirinya sendiri. Bisuk tahu betul ajaran agama yang dianutnya, “ Hormatilah kedua orang tuamu.”
Jamordong tahu keadaan anaknya yang super sibuk, tapi kerinduannya mengalahkan pengertiannya. Sementara kalau Bisuk memintanya agar tinggal saja ibukota,  Jamordong selalu  berkelit dan dengan  tegas menolak, karena menurutnya,  masyarakat Jakarta itu sngat egois dan lebih mengutamakan pekerjaan daripada hubungan  antarsesama.
“Unang sai holan na mallaga-laga, ho Among! Holong do rohangku tu Inong lumobi tu ho Among. Alai na soadong do  tingkikku mulak! ” Ujar Bisuk, menjawab ayahnya.
“Sai holan nasibuk, nasibuk do alasanmu. Dang boi sangahononmu nanggo apala sadari mulak mandulo hami Among dohot Inongmu naung bou tano on? Holan ulaon mi nama naum marga? Jolo mate do hami asa ro jala berengonmu hami? Buriapus ma karejo mi, baor i hutao an,” Jawab Jamordong dengan keras. Mallaga dia.
“Among, unang sai muruk ho. Dibege Tuhan do tangiangmu asa gabe jolma na hasea au,  boi gabe tungkot di dalan na landit, sulu-sulu di dalan na golap. Hajalo do sude podam. Tarida do i. Tangkas do diboto ho Among, gabe ikhon tusan-tuson au mangula sude. Jai bohama baenonhu mulak mandulo ho sahali saminggu songon na pinangido ni roham! Aut sura ma adong nian hopal habang na boi sahat langsung tu Samosir, nunga ro au setiap ari Sabtu sore,  boi rap mangan hita, jala mulak ari Minggu, asa unang targanggu karejoku di Jakarta.”
“Bah, molo na songoni do roham, boasa dang dibangun ho Lapangan terbang di Samosir on, asa boi hita songon na di bagasan rohami? Ninna ho godang do dongan manang relasim na hebat, bangun hamu ma attong sada Bandara di son…”
“ Ido nian roha Among. Adong do nian lahan na bolak diginjang ni Samosir an na sukkup untuk  mambaen lapangan terbang, alai so tanotta i. Tano ni halak do. Aut sura tanotta i, nunga pintor huhibahon i. Molo pala adong lapangan terbang di si, yakin do au, Samosir sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) akan tercapai. Ai, holso nami akka pangaranto suang songoni akka Wisatawan lain, dao ni Samosir on ma sian Polonia. Pola do lobi 10 Jam tikki di pardalanan molo mar mobil . Loja di  dalan. Apalagi muse, dalan di Samosir godang an do namardugul-dugul. Jadi sadari manipakma habis tikki sian Jakarta, asa sahat tu Samosir.”
“Maksudmu, bohado haraho?” Kejar Jamordong.
“Molo boi Among, sada ma roha muna na di huta,elek hamu ma partano i,  asa dilehon tano nai, jala rap ma hamu mangidohon tu parhepeng (Investor)  i, asa hatop dibangun  lapangan terbang i. Molo dung adong haduan rute kapal terbang tu Samosir, rope au mandulo hamu sahali saminggu, patuduhon holong ni rohakku marnatua-tua. Onma janjikku.”
“Tiop ma janjimi Bisuk, anakku na burju! Sotung moger beho!”
***


 
 
 
 
 
 

Tuesday, March 12, 2013


“I love you because you exist…”

blue fingers, hurt my heart
with clear voice moans from here,
that made me cry
and my eyes secrete tears
and my cheeks became a river of tears.

ah, why did I let you in there without me?
hands hurt so blue
even though it was just an omission
not in the era of creation, is assigned to take care of themselves

time ago, is still remembered clearly
I was always faithful to open and close the door
As well as invite you to sit next to my left
and without ever getting bored glance at your face
always feel so short a time to meet and then parted

now, it became clear to me
This after all we never met Tiger
I feel, and I interpret one by one
every event we've been through in the past
I'm sorry for myself, why time and space separate us
Why not also take care of you ... true self?

oh, my love
there anything you're still waiting for
and waiting for my presence
that we pass this way of life
as we swore on the beautiful beach
with the notes of the ripple waves shouted
accompany the song of the heart both of us at that time, "I love you Because you exist ..."

If you're still waiting at the altar of eternity
give me a chance caressing fingers
massage with a softness to my heart
reunite the pieces of love
and running it into your soul mate
and whispering 

Aku mencintaimu, Karena kau nyata

jarimu membiru, hatiku yang terluka
dengan jelas rintihan suaramu dari sini,
yang membuat hatiku menangis
dan mataku mengeluarkan derai air mata
dan pipiku menjadi sungai air mata.

ah, mengapa kubiarkan dirimu di sana sendiri tanpaku?
sehingga tanganmu terluka membiru
kendati itu hanya sebuah kealpaan
bukankah di era penciptaan, diri ini ditugaskan untuk menjagamu

waktu yang lalu, ini masih kuingat dengan jelas
aku selalu setia membukakan dan menutup pintu
Serta menyilakan mu  duduk di samping kiriku
dan tanpa pernah merasa bosan melirik wajahmu
selalu merasa waktu demikian singkat untuk bertemu lalu berpisah

kini, menjadi jelas bagiku
ini setelah sekian windu kita tak bersua
kurasakan, dan ku maknai satu persatu
setiap kejadian yang kita lalui di masa lalu
kusesali diri ini, mengapa waktu dan tempat memisahkan kita
mengapa juga tak setia diri ini menjagamu…?

oh, kekasihku
adakah kau masih menantiku
dan menunggu kehadiranku
agar kita lalui jalan hidup ini
seperti kita ikrarkan di pantai indah
dengan alunan nada riak ombak yang bersahutan
mengiringi  nyanyian hati kita berdua kala itu, “I love you because you exist…”

kalau kau masih menungguku di altar keabadian
beri aku kesempatan membelai jarimu
memijatnya dengan kelembutan suara hatiku
menyatukan kembali serpihan-serpihan cinta
dan mengalirkannya ke belahan jiwamu
serta membisikkan dengan lembut ke telingamu, “would not you accept me back?”
*** 

Thursday, March 07, 2013

Tomorrow we'll see you
sang a song whose lyrics we write both
which tells the whole trip we love
since met until now ...
Impatient self
see your face
and immediately wanted to hug your body
kiss your cheek
and whisper in your ear
"I still like the first ..."
_______
Besok kita jumpa
dendang kan lagu yang liriknya kita tulis berdua
yang bercerita seluruh perjalanan cinta kita
sejak bersua hingga kini...
Tak sabar diri ini
melihat wajahmu
dan segera ingin memeluk tubuhmu
mencium pipimu
dan membisikkan ke telingamu
"Aku masih seperti yang dulu..."
***
Maafkan Diriku

merebut hatimu
dalam balutan luka yang menetes dari tubuhku
tak juga menjadikanmu terbuai
dan bergeming berdiri di sudut yang sepi...
sorot matamu memancarkan dan menghadirkan duka yang dalam
tanpa pernah ada keinginan untuk surut dan mengucap sebaris kalimat
untuk memberi maaf yang kuperlukan sebelum kutinggalkan dunia ini.
Aku tahu
di luar sadarku, seringkali membuat matamu digenangi air mata
sebagai bukti kesedihanmu yang teramat dalam, karena engkau merasa
diri ini telah menghianati cinta, yang kau yakini hanya kau persembahkan padaku
jauh sebelum kita bercengkrama di sini.

Bukalah hatimu
berkati perjalananku menuju Bapa
hanya dengan itu, langkahku akan lurus takterseok
karena kutahu,
jangankan doa kau panjatkan
hanya dengan sedikit saja senyum kau sungging kan
lebih daripada cukup meringankan kedua kaki ini
melangkah...
***
Forgive Myself

win your heart
in her wounds dripped from my body
not also make you a lulled
and stood motionless in the corner of a quiet ...
radiate your eyes and bring deep sorrow
without any desire to recede and give one line
I need to forgive before I leave this world.
I know
out of my mind, often making your eyes filled with tears
as evidence of grief are very deep, because you feel
himself has been betrayed in love, you believe only you dedicate to me
long before we chat here.
Open up your heart
bless my way to the Father
only with that, my pace would be straight takterseok
because I know,
let alone prayer you prayed
just a little smile you're painting it
more than enough legs alleviate this
stepping ...
***

Tuesday, March 05, 2013


Love at Immortality
(By Laris Naibaho)

your eyes are not too tired
visited every corner of the city,
hope you never disappear
Fer find my body without hesitation ...

had also lost hope
to continue to find me ...
but, every time I smiled imagining
always present your spirit without boundaries
gave birth to a beautiful smile from your lips ...

Should it you do that, sweetheart?
I would not have passed and no return
in the form as when we love knitting
Should of this nature I had tears in my eyes
to awaken you from a restless quest ...?

I've been trying to present this self
in a dream in your long sleep,
either to say what
who knows what else can I do
assure you that we are in a different realm
....
(thou there
I'm here, sweetheart).

Leave in peace

despite t'lah breath stops
and thou with me in the end the task was
There was also reluctance from thrown
to leave a beautiful smile your final tribute
me, lover, oh, my eternal love ...

thrown motionless now,
cried the membana could not wake
you choose to go ...

(leave me
sons and daughters leave
leave posterity
leave friend-friend
stay all the love)

if no longer cry tears of
Let mourning be a musical conductor of souls to heaven
and humming along, taking your physical body to his final resting

Ah,
I think our time together will never end
I think if our happiness in life always hugging both
then death will take us along
in fact ... Oh!

as you say,
you left before me,
to prepare everything in the Father's house
you say, will enhance everything
who have not you dedicate on this earth ...

you say, before you breathe your last breath,
"My love, I'm waiting in the flower garden, next to the lake that I put myself to you, and there you will dance and sing, following the sound of flute, na sonang do hita nadua ..."
Cintamu di Keabadian

matamu tak juga lelah
menyambangi setiap sudut kota itu,
asamu tak pernah pupus
‘tuk temukan ragaku tanpa ragu…

pernah juga sirna harapanmu
‘tuk terus mencariku…
tapi, setiap kali senyumku membayang
selalu hadirkan semangatmu tanpa batas
pun melahirkan senyum indah dari bibirmu…

haruskah itu kau lakukan itu, dinda?
bukankah aku sudah berlalu dan tidak mungkin kembali
dalam wujud seperti kala kita merajut cinta
haruskah dari alamku ini aku meneteskan air mata
‘tuk menyadarkanmu dari pencarianmu yang tidak kenal lelah…?

aku sudah coba hadirkan diri ini
dalam mimpi di tidur panjangmu,
ntah harus kukatakan apa
ntah apalagi yang harus kuperbuat
meyakinkan dirimu kalau kita berada dalam alam yang berbeda
….
(engkau di sana
aku di sini, kekasih).

Berangkatlah Dengan Damai

kendati nafasmu t’lah berhenti
dan engkau akhiri tugas menyertaiku di alam ini
tak juga ada keengganan dari jasadmu
‘tuk meninggalkan senyum indah persembahan akhirmu
padaku, kekasihmu, oh , hasianku na lagu…

jasadmu terbujur kaku kini,
tangisku yang membahana takkan bisa membangunkanmu
engkau memilih untuk pergi…

(tinggalkan aku
tinggalkan putra-putri
tinggalkan cucu
tinggalkan sahabat-sahabatmu
tinggal semua yang mengasihimu)

jika tangis tak lagi mengalirkan air mata
biarlah ratapan   menjadi musik penghantar jiwamu ke sorga
dan senandung bersama, mengantar ragamu ke peristirahatan terakhir

Ah,
kupikir kebersamaan kita tak akan pernah berakhir
kupikir jika kebahagiaan dalam kehidupan selalu kita dekap berdua
maka  kematian pun akan menjemput kita bersama
nyatanya…Oh!

seperti katamu,
engkau berangkat mendahului aku,
tuk persiapkan segala sesuatunya di rumah Bapa
engkau katakan, akan menyempurnakan segala hal
yang belum sempat engkau persembahkan di bumi ini…

katamu, sebelum engkau hembuskan nafas terakhirmu,
“Dinda, Aku menantimu di kebun bunga, di samping telaga yang kuciptakan untukmu, dan di sana engkau akan menari dan menyanyi, mengikuti suara sulingku, ‘ na sonang do hita nadua…”
***
Menyampaikan Turut Berduka Cita,
atas meninggalnya Ayah Sahabat baikku Joy Tobing.

Sunday, March 03, 2013




Menerjang Rintangan


tak juga hatiku kecut
meski gemuruh dan halilintar ber sahut-sahutan
kurasakan, hati menari lincah di antara kilat dan petir
silaunya membangkitkan langkah serta gairah yang mendalam
untuk segera menemui dan melihat kilas senyummu

hai kekasih jiwa
ku halau semua rasa gentar ku
Kusingkirkan semua penghalang di depanku
kutahu, gada cintaku melebihi apa pun
untuk hantar kan tubuh ini dalam dekapanmu,
nantikan aku dengan seluruh nafas cintamu.

(crashing barriers

my heart was too sour
despite the thunder rumble and said air-replication
I feel, be nimble dance between lightning and the lightning
glare generating steps and deep passion
to immediately meet and saw a flash of smile

O beloved soul
I brushed all my trepidation
I removed all the barriers in front of me
I know, mace love more than anything
for the conductivity of the body in your arms,
I look forward to all your love breath.)

Sunday, February 17, 2013

“JELAS, DO?”
Oleh : Laris Naibaho

“Kalau tidak ada uang, jangan coba-cobalah mencalonkan diri jadi anggota Legislatif di Pemilu 2014 ini. Karena, setiap orang yang akan saya hubungi agar memilihmu, pasti akan bertanya, ‘jelas, do?’ Soalnya pada Pemilu yang lalu, peran uang di sini sangat dominan, dan menentukan!”  tandasnya dengan ekspresi serius.

“Apakah semangat dan keinginan luhur yang saya bawa dari rantau untuk membangun daerah ini tidak cukup? Saya tahu, saya tidak memiliki cukup uang yang bisa saya ‘pertaruhkan’ di sini, tapi memiliki krediblitas serta akses yang lumayan banyak dan besar yang bisa saya ajak menanamkan modalnya di sini untuk mempercapat  geliat ekonomi dengan mempercepat daerah ini sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) mengikuti Bali yang sudah lebih dulu maju. Itulah modal saya.”
“Mungkin saja itu betul. Percepatan daerah ini menjadi DTW, tentu akan meningkatkan penghasilan warganya kelak. Saya tahu, kemenangan jangka panjang itu perlu. Tapi kebutuhan jangka pendek, sangat menentukan. Artinya, anda tahulah, dan mungkin sudah pernah merasakan, betapa merananya menahan perut yang keroncongan. Uang seratus-duaratus ribu di sini, masih sangat tinggi. Jumlah itu, bisa jadi untuk kebutuhan beras seminggu, yang di tempat lain, jangan-jangan hanya  menyangkut  sekali makan siang,” papar kawan ini tegas, tanpa merasa kikuk atau malu dengan apa yang disampaikannya. “Ini realita,Bung!” Tambahnya.

“Apakah dengan demikian, saya harus mengurungkan niat untuk maju menjadi calon legislatif, karena kecil kemungkinan mendapat dukungan apabila tidak bisa menyediakan uang seratus-duaratus ribu per  orang atau per pemilih?”

“Saya tidak menyatakan itu secara saklak. Tapi, orang bijak mengatakan,  ‘marbisuk songon ulok, marroha songon darapati’ Kalau memang ingin memperbaiki daerah ini, tentu saja harus menjadi anggota dewan, sehingga bisa terus menerus mengawal eksekutif dalam menjalankan pembangunan. Kalau anda hanya berdiri di luar, pasti tidak memiliki otoritas. Artinya sehebat apa pun pendapat dan setinggi apa intelektualmu, itu akan menguap dan tidak terpakai!”

“Coba perjelas. Sepertinya ada yang tersembunyi dibalik uangkapan mu itu…,”

Ah, Jelas, do! Nahurang simak do ho—Jelas, nya! Tapi  engkau tidak menyimaknya. Intinya, segala sesuatunya tidak ada yang gratis di zaman ini. Ada biaya politik. Nah, saya kira, pandai-pandailah mencari biaya itu. Mungkin saja ada seseorang yang bersedia membandari  eX rupiah, sampai anda  duduk jadi anggota Dewan.”

“Setelah  duduk jadi anggota Dewan, terus uang yang dikeluarkan oleh Bandar itu, apakah harus saya kembalikan? Kalau iya, Bagaimana membayarnya, hah? Sangat tidak mungkin bagi  saya mengembalikannya dengan mengandalkan  gaji yang saya terima sebagai anggota Dewan selama 5 tahun. Mustahil! ”
“Bah, otomaho—Bodok kali, kau! Mau jadi anggota  Dewan kok tolol, sih? Saya sudah bilang tadi,  di zaman ini tidak ada yang gratis. Hanya kentut yang gratis. Itupun harus siap-siap dimaki atau ditampar orang, jika kentut sembarang tempat.”
“Jadi, bagaimana maksudmu yang sebenarnya? Yang jelas saja!”
E,tahe, oto ni bayon. Dirimpu on do horoha sukkup holan modal jujur dohot parbinotoan di zaman on.—Hm. Kalau kau jadi anggota Dewan, tinggal kerjasama dengan Bupati, untuk memberikan beberapa proyek ke dia, selesai urusan. Dan itu tidak akan terdeteksi oleh KPK, asalkan si Bandar itu memenuhi semua kriteria sebagai pemborong, dan tidak menggelembungkan nilai proyek.”
 "Sesederhana itu?"
 "Amangoi amang, sian sameter dope timbo ni si Jambur, nunga hepeng namangatur Negara on!"
***

Friday, February 08, 2013

KUBASUH TUBUHMU DENGAN AIR CINTAKU


ada cahaya membalut jiwaku
memberi gairah jiwa t'rus menggema
ketika wajahmu muncul dalam bayangan
juga senyum manismu menghias di pelupuk
ingin kukepak sayap dan mengangkasa

'tuk hadirkan raga ini...
utk menyatu dengan tubuhmu

kekasihku,
adakah butir-butir air mata ini bisa meluluhkan hatimu
adakah engkau bisa menerima kembali cintaku yang sempat terbang bersama angin lalu
adakah gelora cinta yang bersemi kembali bisa kutunaikan?

Oh angin malam
sampaikan nyanyian rindu ini
nyanyian seorang pria perindu
kepada pujaan hatinya
seorang wanita, yg tetap setia menunggu...

oh, tuhan
kalau lakuku tak lazim waktu lalu
khan kubasuh seluruh tubuhnya dengan segranap air cintaku
sebagai penawar hatinya
'khan kukumandangkan kepada dunia,
dia adalah cintaku, dan khan kubawa ke mana pun aku mengangkasa.
***
Barkah 49,08022013
Dimanakah engkau kekasih?

rembulan, mengapa juga engkau diam
adakah nyanyian sunyi di hatiku tak mampu mengetuk hatimu
haruskah aku berteriak memanggil bintang
'tuk suarakan hati yang merindu
ah



bukankah dulu engkau selalu bersandar di dadaku
dan berseru-seru membentangkan suka-citamu dan cintamu?
Kini,
di saat langit jakarta gelap kelam
aku ingat ketika kita merapat kasih
satukan suara hati
'tuk jalani hidup sepanjang nafas
kenyataannya, aku di sini sendirian
meratap duka, pilu dan sesakkan dada
di mana dirimu, oh kekasih jiwaku
tak mampu diri ini berjalan tanpamu
air mata ini memeteraikan kesunyian hati
yg masih terus menunggumu dan mengucapkan sekali lagi seperti dulu :
"Dik, tanpamu hidup ini kering...
Dik, hanya denganmu hidup ini bersahaja"

Ah, di manakah dirimu kini berada?
***
(Barkah, 60213)Wakakak.

Wednesday, February 06, 2013


Bila Perlu, Benggali Jadi Bupati

Sore ini Jamordong menjadi nara sumber utama di seminar yang diadakan oleh salah satu LSM yang bertajuk  “Mencari Pemimpin Yang Amanah”.
Seminar yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dari utusan marga-marga, Pers, juga para kandidat yang akan bertarung memperebutkan kursi nomor  1 di Kabupaten, sedikit agak tegang.  Situasi memanas manakala Jamordong mulai mengaitkan kepemimpinan dengan marga yang sangat dominan pada masa yang lampau, tetapi secara faktual tidak mampu memimpin dan melaksanakan apa yang dilontarkan pada saat kampanye.
“Bukan marga yang tidak kompeten. Anda keliru, Jamordong! Jangan marga kami yang disalahkan, tapi oknumnyalah yang tidak becus. Anda tahu, kami pun sangat kecewa dengan kinerjanya.  Tarik ucapan Anda, atau anda kami laporkan ke Polisi sebagai telah ‘melakukan perbuatan tidak menyenangkan’  Lontaran anda sangat jelas telah menghina marga,” ujar Jahormat, yang menjadi juru bicara sebuah marga yang ikut dalam seminar itu.
He, ini Seminar Lae. Bukan Lapo tuak .Saya sedang menjelaskan, bahwa pada waktu yang lalu, saya memilih Bupati yang sekarang menjabat, ini bukan berdasarkan ratio. Saya tahu kapasitas  dan juga track recordnya sebelumnya, minus. Tapi karena pardijabu ( isteriku) semarga dengan dia, pun  marga mereka merupakan Bonaniari  marga kami, yang tentu  secara adat kami harus patuh, maka saya dan seluruh keluarga besar kami, memilih dia waktu itu. Begitu faktanya,” sambut Jamordong berapi –api.
“Kalau begitu, apa solusinya?” kejar Jahormat. “Anda jangan hanya melontarkan sesuatu, tanpa bisa memberi jalan ke luar, agar kelak kita bisa mendapat pemimpin yang  amanah. Artinya apa yang ke luar dari bibirnya begitu juga di hatinya, dan dilaksanakan sepenuhnya.  Tidak seperti sekarang ini, Pembangunan terlantar, bahkan sayup-sayup saya dengar,  penebangan hutan bukan malah stop, tapi makin menggila, belum lagi pencemaran danau yang katanya akibat adanya perusahaan perikanan asing yang lahannya ada di danau yang kita cintai ini,”tambah Jahormat dengan suara lantang. Tak kalah lantang dari Jamordong.
Mauliate, Lae. Berarti sebenarnya kita memiliki keprihatinan yang sama dan sebangun. Di usia kita yang mulai senja, seharusnya kita merapatkan barisan, agar kita berpikir dan bertindak hal yang sama, sehingga kita bisa memilih pemimpin yang benar. Yang Amanah. Yang kelak bisa membawa daerah kita ini  maju, lestari hutannya, lestari tanahnya, lestari danaunya, dan sejahtera rakyatnya. Maka dari sekarang sudah kita buatkan kriteria yang diharuskan dimiliki oleh calon pemimpin sebelum bertarung di Pemilihan.”
“Tolong perjelas maksudnya. Jangan ngambang. Saya belum melihat inti dari yang barusan anda sebutkan,” kejar Jahormat.
“Makanya Lae, kalau diskusi,  selain mendengar, perhatikan juga apa yang tersirat apa yang disampaikan oleh dari lawan bicara. Seminar  yang hanya beberapa jam ini, tidak cukup waktu untuk menjelaskan semuanya.”
“Okelah. Teruskan!”
“Jadi, seperti yang saya uraikan sejak awal, ke depan, kita tidak lagi harus persoalkan marga apa yang harus memimpin daerah ini. Sekali lagi, bukan soal marga. Ini harus kita sampaikan kepada seluruh masyarakat, agar mulailah menggunakan rasio—akal pikiran yang sehat  dalam memilih pemimpinnya.  Nadae do dohonon, bila perlu Bunggali i ma binaen gabe Bupati, asalma tingkos jala jujur mangulahon. Unang be nian dohot mangarampok hutaon—Cuma sungkan untuk mengatakan, bila perlu, Benggali itu kita pilih jadi pemimpin, asalkan benar dan jujur melakukan tugasnya, serta tidak pula merampok daerah ini untuk kepentingan diri sendiri.
“Artinya, kita harus mengajak rakyat memilih bukan berdasarkan marga, kerabat atau karena hubungan-hubungan kekerabatan lainnya? Tapi yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya membangun daerah ini tanpa pamrih?” Lanjut Jahormat.
“Mula-hulak pertanyaanmu. Na-kopi-on do ho manang naung male?—Bolak-balik pertanyaanmu. Jangan-jangan kau kebanyakan minum kopi atau karena sudah lapar?”
***
(Laris Naibaho—CEO KEDAI KOPI KAMU)





Tuesday, February 05, 2013

rancangan surga

menjelang sore waktu itu,
tak sengaja kau sunggingkan senyum,
kepda pria di sebelahku...

aku pikir itu untukku,
kubalas...

selanjut, ntah siapa 
kau atau aku yang memulai
hari-hari, kita rajut dengan senyum
sampai engkau bisikkan ke telingaku,
"bang, kutinggalkan tunanganku,
untuk mengikuti langkahmu
ke mana pun engkau..."

gombal, kataku ketika itu,
tapi...itulah takdir!
lalu kita "menikah"
kendati pendeta tak mempertemukan kita di altar
sampai sekarang kita diikat pernikahan abadi
meski tak juga tanah pertiwi menyatukan tubuh kita.
***
(Engkau di sana, 
aku masih tetap setia di sini,
dalam lamunan yang tidak berkesudahan).Muahh.

Menggoreng Burung Terbang di Langit
(Manombur Lali Habang)
Oleh : Laris Naibaho

“Demi harga diri," ujar Sang Isteri.
"Maksudmu?" kejar sang suami.
"Kau harus mencalonkan diri jadi anggota DPR tahun 2014 ini, agar keluarga kita  tidak anggap remeh terhadapmu, dan juga supaya mereka melek, papa itu orang pintar, cerdas,  dan pantas masuk Senayan...," lanjut sang Isteri.
"Ah, kau ini, seperti tidak tahu saja betapa sulitnya hendak  menjadi  calon legislative (Caleg). Kau tahu, hanya untuk  mendapat nomor saja dari partai, harus bayar dulu administrasi  yang jumlahnya, sangat tidak mungkin kita penuhi. Juga, taruhlah lolos dari partai dan menjadi calon, apa kamu tidak sadar, biaya kampanye untuk mendulang suara itu tidaklah kecil? Sangat besar! Sangat besar! Padahal,  makan sehari-hari kita saja  tidak nyaman. Lebih sering  terancam,"jawab sang suami lembut, mencoba memberi pengertian ke isterinya.
"Saya tahu itu. Nanti pergi pun aku ke Eda, Ito, Nantulang, dan teman-temanku serta seluruh keluarga besarku untuk mendapat pinjaman. Nanti kalau papa  sudah di Senayan, pinjaman-pinjaman itu,  khan bisa kita kembalikan!  Malah jumlahnya bisa kita kembalikan lebih besar daripada pinjaman. Hitung-hitung bunga uang mereka di banklah selama kita pakai ," tangkis sang isteri.
"Kalau kalah?"
"Itulah kau. Semangatmu kerdil. Jangan berpikir kalah, dong! Berpikir menanglah. Karena di usiamu yang sudah di atas 50 tahun, satu-satunya cara mengubah kehidupan kita, adalah dengan dirimu menjadi anggota DPR. Karena di sana, selain gaji regular selama 5 tahun ditambah tunjangan ini dan itu, juga banyak hal yang bisa diproyekkan untuk mendapat komisi.  Kehidupan kita akan mentereng. Maka keluarga yang tadinya apatis ke kita akan berubah, dan rumah kita akan ramai dengan orang-orang yang minta sumbangan, pun  kita akan menjadi penentu segala hal di keluarga besar ini”.
"Aku tidak mengerti maksudmu. Sungguh mati, saya  tidak mengerti maksudmu, Mama!"
"Papa teramat cerdas. Tapi kalau saya yang mengajak diskusi, pikiranmu menjadi bias. Tak fokus dan selalu pesimis . Cobalah buka otakmu! Realitanya, dengan keadaan kita sekarang,  rumah  masih ngontrak dan hampir rubuh, mobil tak punya, maka,  hanya dengan menjadi anggota depeer lah papa, semua itu bisa kita miliki .”
"Kalau tidak menang atau tidak dipilih oleh pemilih, dan gagal jadi anggota depeer?" Kejar sang suami.
"Itu mudah. Harga ‘Buygon’ paling juga 200 ribu. Dan itu bisa kita peroleh dengan mengagunkan meja makan kita itu, dan segera menghuni istana kita yang indah di Sandio Hills," kata sang isteri dengan nada datar.
Sang suami diam. Dahinya mengkerut, lalu tertunduk lesu, serta dalam hati berdoa, "Bawalah aku Tuhan sesuai rancangan-Mu, sebelum aku kau kirim ke dunia ini—Boanma  au Tuhan, songon na dirancangmu hian, andorang so ditongos-Ho au tu Portibion."
***