POLITIKUS
CAP KAKI TIGA
J
|
Amordong
kaget. Amat sangat kaget mendengar Ferry yang selama 30 tahun telah beroperasi melayani masyarakat kabupaten
tiba-tiba berhenti berlayar. Pemicunya, pasokan BBM dari SPBU yang hanya ada
satu di ibukota kabupaten, tak lagi beroperasi, akibat ulah para LSM yang
dikalangan masyarakat dikenal sebagai kelompok
oportunis, Leon Saotik Mulak—sebutlah
yang mencari-cari masalah, dan dari masalah itu bisa menghasilkan segepok uang.
“Ini
tidak bisa dibiarkan. Ini perbuatan tolol dan anti logika dan rasio,” ujar
Jamordong dengan nada marah kepada Jahormat, mitra bicara setianya di Lapo
Partungkoan.
![]() |
Laris dan Obamaputralaris sama-sama Marga Naibaho |
Jamordong
manggut-manggut. Pikirannya berkecamuk. Nafasnya memburu dan ingin berteriak.
Jantungnya berdebar menahan amarah, dan
ingin meluapkannya dengan memaki-maki siapa pun di sekitarnya. Urung, karena
cepat sadar, “Marah itu Haram.”
“Kita
tidak bisa tinggal diam melihat situasi ini, Jahormat! Kita harus bertindak. Sebagai
penduduk Kabupaten ini, seharusnya kita melakukan sesuatu agar kejadian ini
cepat berlalu dan tidak terulang di masa yang akan datang. Kita ribak oknum-oknum yang melakukan
porvokasi atau tindakan yang mengakibatkan ini semua. Coba simak, betapa vitalnya
keberadaan SPBU dan Ferry di sini. Baru empat hari saja tidak beroperasi, ekonomi
sudah lumpuh. Petani tidak lagi ke ladang karena tidak mampu beli solar yang
melambung. Juga kapal-kapal nelayan. Dan anak-anak sekolah dari seberang
terpaksa bolos karena kapal yang biasa mengangkut mereka tidak mendapat pasokan
solar.”
“Amangoi amang! Tidak begitu Jamordong. Segala
sesuatu yang menyangkut daerah ini, apalagi hal yang sangat vital begini, itu
urusan Pemkab, tepatnya Bupati. Kita tidak boleh bertindak semau kita, apalagi
anarkis. Mereka digaji oleh Negara untuk melayani masyarakat,” sambut Jahormat,
sekedar meredakan hati Jamordong yang terlihat masih membara.
“Ah, nagodang hatam—Ah, banyak kali
omongmu. Dasar pengecutnya kau. Sudah kau lihat sendiri Bupati tidak melakukan
apa-apa, kadis-kadisnya pun diam seribu bahasa. Sementara, pemilik SPBU dan
Ferry, menjadi merasa serba salah, bahkan takut mengoperasikannya keduanya,
karena takut dituduh ini-itu, padahal sistem sudah berjalan puluhan tahun lamanya, tapi
tiba-tiba saja si LSM itu, melakukan sesuatu yang tidak lazim. Anehnya, aparat
polisi, tunduk, dan tampaknya LSM seolah lebih berkuasa.”
“Bukan
soal pengecut. Tapi, segala sesuatunya sudah ada pembidangan. Jelasnya, sudah
ada uraian tugas masing-masing. Kalau ada masalah apalagi vital seperti ini,
ada Musyarah Pimpinan Daerah (Muspida) yang menganalisis dan mengatasi
persoalan, sehingga perekonomian daerah ini tetap bergairah dan rakyatnya bisa mengais rezeki dan mengumbar senyum.
Kalau kita yang bertindak, maka sama saja kita telah ‘mengambil alih’ tugas orang
lain, dan itu namanya bodoh dan anarkis. Harus kau tau Jamordong, setiap
tindakan yang diambil alih secara paksa oleh yang bukan petugasnya, itu bisa
digolongkan sebagai anarkis.”
“Ai gabe pagodangku do hubege teorim—Kok
teorimu terlalu panjang?! Saya paham itu semua. Sangat paham. Jangan kau pikir
aku tolol atau sudah pesong. Tahunya saya, mati-hidup daerah ini ada pada
Pemkab. Bupati tepatnya. Tapi, orang gila pun tahu, ini sudah rahasia umum. Bupati
ada di sini, hanya pada saat apel Senin saja untuk berpidato-ria, tentang ini
dan itu, hari lainnya lebih banyak di luar, katanya sih, untuk mendampingi gubernur, menteri, atau menyambut Presiden
di daerah lain, dengan alasan untuk memudahkan mendapat anggaran pembangunan.
Tapi lihat sendirilah ke Onan Baru sebagai contoh, gorong-gorong berantakan, kumuh,
dan mirip suasana 20 tahun yang lalu, ketika daerah ini masih berstatus Kecamatan.
Padahal, saat Natal dan Tahun Baru inilah, para perantau berkunjung ke tanah
kelahiran ini”.
“Hah?!
Maksudmu Bupati tidak mengindahkan daerah ini dengan segala permasalahannya? Jangan
mengada-ada, Jamordong. Itu hanya desas-sesus.”
“Desas-desus
katamu? Nabillokon do attong ho. Itu
jugalah masalahmu yang kulihat selama ini. Kamu tidak pernah mau menyatakan
segala sesuatu dengan benar. Seharusnya, ‘nabinereng
ni matami hatahononmu. Nabinege ni pinggolmi dohononmu’ Kau sungkan
mengatakan ombur-ombur yang menghadang di Tano Ponggol, juga sampah yang ada di
bibir pantai Lumban Lintong sampai ke Pintusona. Kau sungkan mengatakan, banyak
anggota de-pe-er-de yang lebih sibuk dan atau menghabiskan waktunya mengurusi
proyek pribadi, daripada mengkritisi kinerja Pemkab…Nah, kalau boleh jujur saya ragu terhadap dirimu, yang selalu
mengatakan atau mengaku sebagai pengamat yang menyuarakan hatinurani rakyat…!”
“Eh, Jamordong! Kita ini lagi membicarakan,
tentang SPBU dan Ferry yang keberadaannya sangat vital, jangan ngelantur ke
mana-mana, termasuk ngelantur mengejek
saya. Itu tidak baik. Tapi, apapun katamu atau sindiranmu, yang pasti saya
bukan seperti si Marsillak, yang mengaku politisi, tapi pendiriannya plintat-plintut, yang hari ini bisa di
barisan Bupati, besok di masyarakat, besoknya lagi sangat bisa di barisan para
mantan cabup yang kalah, atau haha ha,
dia akan berdiri di kelompok siapa yang membayar”.
“Okelah, taruhlah kau benar. Kalau betul
kau selalu menyuarakan hati rakyat, saya mau melihat ke depan, apakah kau akan bisa bersuara dengan tegas, ini demi
rakyat, lho, supaya kau mengajak
Bupati, Pengusaha dan Masyarakat secara bersama-sama, bisa menambah ferry dan kwota BBM ke daerah ini.
Karena aha pe na tanonangi—apa pun
yang kita perdebatkan, kwota BBM yang sekarang, hanya cukup untuk melayani 25%
dari kebutuhan, dan ferry yang ada, kecuali jumlahnya kurang, pun sudah waktunya diremajakan. Kasihan,
polisi-polisi di sini yang harus secara
ekstra mengamankan SPBU meliaht petugas
SPBU yang terus bersitegang dan adu mulut dengan konsumen, yang terlambat sedikit saja, BBM habis. Kau tahu, BBM bisa menyulut
berbagai hal, yang mengakibatkan daerah ini bergolak. Jadi, kulihatlah permainanmu setelah
2012 berlalu. Tapi, hehe he, kendati
Tahun baru belum tiba, kusalamlah
dulu kau, ‘Selamat Tahun Baru’, kalau ada kiriman dari anakku dari Jakarta,
kukirimpun sebagian dalam bentuk kombang layang
dan alame—dodol”.
***
(Laris
Naibaho—Direktur Eksekutip Forum Pemerhati Penerbitan Pers Indonesia (FPPPI)—Tinggal
di Jakarta)
No comments:
Post a Comment