Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Friday, December 21, 2012

Politisi Cap Kaki Tiga



POLITIKUS CAP KAKI TIGA


J
Amordong kaget. Amat sangat kaget mendengar Ferry yang selama 30 tahun telah  beroperasi melayani masyarakat kabupaten tiba-tiba berhenti berlayar. Pemicunya, pasokan BBM dari SPBU yang hanya ada satu di ibukota kabupaten, tak lagi beroperasi, akibat ulah para LSM yang dikalangan masyarakat dikenal sebagai kelompok  oportunis, Leon Saotik Mulak—sebutlah yang mencari-cari masalah, dan dari masalah itu bisa menghasilkan segepok uang.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Ini perbuatan tolol dan anti logika dan rasio,” ujar Jamordong dengan nada marah kepada Jahormat, mitra bicara setianya di Lapo Partungkoan.
Laris dan Obamaputralaris
sama-sama Marga Naibaho
Mendengar itu, Jahormat tertawa ngakak. Wakakak. “Di Jaman edan semua harus menjadi Edan Jamordong. Kalau tidak edan tidak kebagian. Banyak yang menghalalkan cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, meski harus mengabaikan moral dan menjual martabat!”
Jamordong manggut-manggut. Pikirannya berkecamuk. Nafasnya memburu dan ingin berteriak. Jantungnya berdebar  menahan amarah, dan ingin meluapkannya dengan memaki-maki siapa pun di sekitarnya. Urung, karena cepat sadar, “Marah itu Haram.”
“Kita tidak bisa tinggal diam melihat situasi ini, Jahormat! Kita harus bertindak. Sebagai penduduk Kabupaten ini, seharusnya kita melakukan sesuatu agar kejadian ini cepat berlalu dan tidak terulang di masa yang akan datang. Kita ribak oknum-oknum yang melakukan porvokasi atau tindakan yang mengakibatkan ini semua. Coba simak, betapa vitalnya keberadaan SPBU dan Ferry di sini. Baru empat hari saja tidak beroperasi, ekonomi sudah lumpuh. Petani tidak lagi ke ladang karena tidak mampu beli solar yang melambung. Juga kapal-kapal nelayan. Dan anak-anak sekolah dari seberang terpaksa bolos karena kapal yang biasa mengangkut mereka tidak mendapat pasokan solar.”
Amangoi amang! Tidak begitu Jamordong. Segala sesuatu yang menyangkut daerah ini, apalagi hal yang sangat vital begini, itu urusan Pemkab, tepatnya Bupati. Kita tidak boleh bertindak semau kita, apalagi anarkis. Mereka digaji oleh Negara untuk melayani masyarakat,” sambut Jahormat, sekedar meredakan hati Jamordong yang terlihat masih membara.
Ah, nagodang hatam—Ah, banyak kali omongmu. Dasar pengecutnya kau. Sudah kau lihat sendiri Bupati tidak melakukan apa-apa, kadis-kadisnya pun diam seribu bahasa. Sementara, pemilik SPBU dan Ferry, menjadi merasa serba salah, bahkan takut mengoperasikannya keduanya, karena takut dituduh ini-itu, padahal sistem  sudah berjalan puluhan tahun lamanya, tapi tiba-tiba saja si LSM itu, melakukan sesuatu yang tidak lazim. Anehnya, aparat polisi, tunduk, dan tampaknya LSM seolah lebih berkuasa.”
“Bukan soal pengecut. Tapi, segala sesuatunya sudah ada pembidangan. Jelasnya, sudah ada uraian tugas masing-masing. Kalau ada masalah apalagi vital seperti ini, ada Musyarah Pimpinan Daerah (Muspida) yang menganalisis dan mengatasi persoalan, sehingga perekonomian daerah ini tetap bergairah dan rakyatnya  bisa mengais rezeki dan mengumbar senyum. Kalau kita yang bertindak, maka sama saja kita telah ‘mengambil alih’ tugas orang lain, dan itu namanya bodoh dan anarkis. Harus kau tau Jamordong, setiap tindakan yang diambil alih secara paksa oleh yang bukan petugasnya, itu bisa digolongkan sebagai anarkis.”
Ai gabe pagodangku do hubege teorim—Kok teorimu terlalu panjang?! Saya paham itu semua. Sangat paham. Jangan kau pikir aku tolol atau sudah pesong. Tahunya saya, mati-hidup daerah ini ada pada Pemkab. Bupati tepatnya. Tapi, orang gila pun tahu, ini sudah rahasia umum. Bupati ada di sini, hanya pada saat apel Senin saja untuk berpidato-ria, tentang ini dan itu, hari lainnya lebih banyak di luar, katanya sih, untuk mendampingi gubernur, menteri, atau menyambut Presiden di daerah lain, dengan alasan untuk memudahkan mendapat anggaran pembangunan. Tapi lihat sendirilah ke Onan Baru sebagai contoh, gorong-gorong berantakan, kumuh, dan mirip suasana 20 tahun yang lalu, ketika daerah ini masih berstatus Kecamatan. Padahal, saat Natal dan Tahun Baru inilah, para perantau berkunjung ke tanah kelahiran ini”.
“Hah?! Maksudmu Bupati tidak mengindahkan daerah ini dengan segala permasalahannya? Jangan mengada-ada, Jamordong. Itu hanya desas-sesus.”
“Desas-desus katamu? Nabillokon do attong ho. Itu jugalah masalahmu yang kulihat selama ini. Kamu tidak pernah mau menyatakan segala sesuatu dengan benar. Seharusnya, ‘nabinereng ni matami hatahononmu. Nabinege ni pinggolmi dohononmu’ Kau sungkan mengatakan ombur-ombur yang menghadang di Tano Ponggol, juga sampah yang ada di bibir pantai Lumban Lintong sampai ke Pintusona. Kau sungkan mengatakan, banyak anggota de-pe-er-de yang lebih sibuk dan atau menghabiskan waktunya mengurusi proyek pribadi, daripada mengkritisi kinerja Pemkab…Nah, kalau boleh jujur saya ragu terhadap dirimu, yang selalu mengatakan atau mengaku sebagai pengamat yang menyuarakan hatinurani rakyat…!”
Eh, Jamordong! Kita ini lagi membicarakan, tentang SPBU dan Ferry yang keberadaannya sangat vital, jangan ngelantur ke mana-mana,  termasuk ngelantur mengejek saya. Itu tidak baik. Tapi, apapun katamu atau sindiranmu, yang pasti saya bukan seperti si Marsillak, yang mengaku politisi, tapi pendiriannya plintat-plintut, yang hari ini bisa di barisan Bupati, besok di masyarakat, besoknya lagi sangat bisa di barisan para mantan cabup yang kalah, atau haha ha, dia akan berdiri di kelompok siapa yang membayar”.
Okelah, taruhlah kau benar. Kalau betul kau selalu menyuarakan hati rakyat, saya mau melihat ke depan, apakah kau  akan bisa bersuara dengan tegas, ini demi rakyat, lho, supaya kau mengajak Bupati, Pengusaha dan Masyarakat secara bersama-sama, bisa menambah ferry dan kwota BBM ke daerah ini. Karena aha pe na tanonangi—apa pun yang kita perdebatkan, kwota BBM yang sekarang, hanya cukup untuk melayani 25% dari kebutuhan, dan ferry yang ada, kecuali jumlahnya kurang,  pun sudah waktunya diremajakan. Kasihan, polisi-polisi di sini yang  harus secara ekstra mengamankan SPBU meliaht  petugas SPBU yang terus bersitegang dan adu mulut dengan konsumen, yang terlambat  sedikit saja,  BBM habis. Kau tahu, BBM bisa menyulut berbagai hal, yang mengakibatkan daerah ini  bergolak. Jadi, kulihatlah permainanmu setelah 2012 berlalu. Tapi, hehe he, kendati Tahun baru belum tiba, kusalamlah dulu kau, ‘Selamat Tahun Baru’, kalau ada kiriman dari anakku dari Jakarta, kukirimpun sebagian dalam bentuk kombang layang dan alame—dodol”.
***
(Laris Naibaho—Direktur Eksekutip Forum Pemerhati Penerbitan Pers Indonesia (FPPPI)—Tinggal di Jakarta)

No comments: