Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Friday, December 14, 2012

CELOTEH


CONTOH LEBIH BAIK
 DARIPADA PEMERINTAH 
“Contoh lebih baik daripada perintah,” ujar Jamordong ke salah seorang cucunya, Togarma, yang masih setia mendengar, kendati sudah hampir 1 jam kakeknya ngalor-ngidul tak berhenti, sebagaimana layaknya orang stress.

Togarma yang kini berstatus mahasiswa dan duduk di semester 6 di salah satu Pergururan Tinggi di Medan, jurusan Psikologi, mendengar saja dengan sabar, sesabar-sabarnya, ocehan Kakeknya. Dia berpikir, dan tahu betul, salah satu obat terbaik bagi seseorang bila ada yang mendengar curahan hati yang sedang stress. Togarma paham betul itu.

“Bayangkan Togarma, 67 tahun sudah negeri ini lepas dari penjajahan. Selama itu, kita masih berkutat dan berpikir apa saja yang akan kita lakukan untuk mensejahterakan rakyat negeri. Padahal Malaisya saja, yang dulu masih mengemis agar kita mengirimkan guru-guru untuk mengajar mereka, kini hidup rakyatnya sudah sejahtera. Pendapatan per kapita rakyatnya jauh di atas kita. Saking sejahteranya, meng-import ‘babu’ dari sini, dengan upah yang setara dengan gaji seorang guru SLTA di sini. Bayangkan itu. Padahal buruh di sini, harus berunjuk rasa di Ibukota negeri serta rela berjemur di panas dan berbasah ria di hujan yang lebat, hanya untuk ‘memaksa’ Pemerintah meluluskan upah minimum, yang tidak lebih dari 2,5 juta. Negeri massam manalah ini?!”

Togarma tetap bergeming , tapi otaknya liar sambil menerawang dan merajut sudut-sudat kota, bawah jembatan, terminal, perkampungan kumuh yang dipenuhi dengan orang-orang; kumal, pesong, gila dan yang setara dengan itu, yang hidup hanya beralaskan bumi, berpayungkan langit, tanpa ada yang menjamah apalagi peduli, sementara di lain pihak, para pejabat negeri mempertontonkan hidup mewah. Sudah begitu, masih saja mengeluh, meski sudah memiliki beberapa rumah, mobil, dan gaji yang tinggi, ditambah tunjangan ini – itu, tetapi mereka masih saja asyk ria mengatakan, begini –begitu, agar rakyat melakukan penghematan ini dan itu…

“Terus degan situasi seperti ini, apa sebenarnya yang harus berubah agar rakayat bisa seperti yang ada di benak kakek?” Interupsi Togarma, di tengah kakeknya yang kian berbusa-busa menganalisa ini – itu,dan mulai merembet ke figur-figur Bupati, Gubernur, Presiden, DPR dan pejabat-pejabat lainnya, intinya, menurut Jamordong, pejabat sekarang ini , sudah lebih banyak mengingkari sumpah jabatan daripada mematuhinya.

“Togarma. Lihatlah! Seorang Bupati di kabupaten termiskin di Sumatera Utara saja, yang lalu lintasnya lengang memerlukan forerider utntuk bupati di jalanan. Kalau Bupati akan hadir di satu Kecamatan, murid-murid setempat diliburkan untuk menyambutnya. Belum lagi, Jumat siang sudah berangkat ke Bandara, lalu ke Ibukota Negara, dan baru kembali hari Senin siang ke kotanya untuk menandatagani daftar hadir, agar seolah-olah ada di kantornya.”

“Lho, saya kira tidak ada yang salah jika seorang Bupati mendapat keistimewaan itu, dan saya kira untuk itulah orang berlomba untuk bisa menjadi Bupati. Dan masa, sih, seorang pejabat harus miskin dan menderita, Kek?” pancing Togarma.

“Hah?! Bagaimana mungkin seorang Bupati harus mengatakan, misalnya, ‘ miskin itu bukan dosa” atau ‘ kita harus memerangi kemiskinan’ berjuang melawan kemiskinan, harus tabah, harus berjuang, harus jujur dan harus bekerja keras, kalau dia melakukan hal yang sebaliknya? Contoh itu, lebih baik daripada perintah. Camkan itu, siapa tahu kau kelak akan menjadi Bupati di tahan kelahiranmu.”


Obamaputralaris, anak hasianku
 yang membuatku masih
 setia mendiami dunia
 Togarma tidak lagi bertanya.Dia diam, lalu surut dan permisi ke kakeknya. “Kek, saya mau ke Tano Ponggol, untuk melihat apakah enceng-gondoknya berkurang atau bertambah.”

***
Laris Naibaho (Tinggal di Jakarta)
Tulisan ini telah dimuat di Metropolitan Pos, bulan November 2012



No comments: