Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Monday, May 12, 2008

Jakarta Indah

Jakarta Indah

Bahan Bakar Minyak akan naik. Naik sekitar 30 %. Artinya ada kemungkinan bensin menjadi Rp 6.000 per liter, bahkan mungkin juga sampai Rp 7.000,- per liter.
Harga BBM belum naik saja, barang-barang kebutuhan sehari-hari sudah naik di pasar. Lihatlah misalnya, harga jual media cetak, eceran maupun langganan sudah “curi” start. Kompas misalnya, harga langganan yang tadinya Rp.67.000,- sudah mematok harga langganan Rp78.000,- Selisihnya kira-kira Rp 11.000,- Alasannya, kenaikan ini tidak terkait dengan BBM, tetapi dipicu oleh harga kertas yang membubung, dan komponen cetak lainnya, seperti tinta dan yang lainnya.

Bagi golongan the have, kenaikan harga BBM tentu tidak ada masalah. Bahkan semakin mahal itu akan semakin baik. Bagi mereka membeli barang murah adalah “dosa”. Membeli sesuatu dengan lebih mahal adalah prestasi dan prestise. Jadi, mau dinaikkan 100 % pun bensin no problem.

Berbeda dengan loper. Lagi-lagi loper. Loper lagi, loper lagi. Kenaikan BBM ini adalah petaka. Walaupun belum sampai kiamat. Kalau sudah kiamat malah bagus, karena tidak perlu lagi memikirkan pelayanan. Nggak perlu memikirkan perut yang kelaparan dan yang sejenis dengan itu. Masalahnya, “mati ogah, hidup menggelantung.” Mengapa petaka?

Petakalah. Dengan kenaikan ini, golongan pembaca yang berpenghasilan menengah, yang jumlahnya cukup banyak akan memilih berhenti berlangganan atau membeli media cetak. Mereka lebih memilih mengamankan dapur agar tetap bisa berasap. Listrik, gas, beras, dan yang berkaitan dengan perut pastilah lebih utama. Suratkabar, majalah atau tabloid? Ah, itu bisa didapat dari tv, atau radio. Jadi, kalau pembeli secara eceran atau pelanggan berkurang, berkurang pula-lah penghasilan loper. Kenaikan upah dari harga yang naik, pasti tidak bisa menutupi jumlah dari langganan yang berkurang, pun tidak mampu mengejar harga yang naik di pasar.

Kenaikan pasti akan membuat loper pusing keliling. Kalau loper sudah pusing apalagilah agen. Hitung saja, bisa-bisa upah satu bulan hanya untuk menutup penggunaan bensin. Kalau sehari saja seorang loper memerlukan bensin 2 liter untuk mengantar, maka dia akan mengeluarkan Rp 360.000/bulan, dengan asumsi bensin Rp 6.000/liter. Jumlah ini masih harus ditambah dengan oli, ban yang akan menipis, angin dan nggak usah saya urai pun anda pasti sudah mafhum. Padahal, ini dia, upah seorang loper di Jakarta, belum tentu mencapai UMR. Tidak heran para agen saat ini sangat kesulitan mencari loper. Tapi harus bagaimana lagi…?
***
Bike to Work.

Sebelum krisis, atau di jaman di mana semua masih murah, penerbit dan agen seakan sepakat, demi pelayanan, sebaiknya para loper menggunakan sepeda motorlah. Tujuannya, agar suratkabar, majalah atau tabloid lebih cepat sampai ke tangan pembaca. Tapi, yah, mau tidak mau, suka atau tidak suka, sepertinya, tanpa harus merasa malu atau mundur, kita harus “menawarkan” kepada para loper tercinta yang selama ini menggunakan sepeda motor untuk kembali ke habitatnya mengunakan sepeda sebagai alat kerja. Agak sulit mungkin. Tapi daripada, “semangat radikal tapi analisa dangkal?” atau seperti yang terjadi di Medan “Biar Mampus Asal Stan” Ini mereka akronimkan dari BIMAS. Artinya, di Medan sana, yang penting gaya, kendati di rumah tidak ada apa-apa. Bahkan bila perlu ngutang sana-sini. Pokoknya, ke luar rumah harus necis dan mutlak mengikuti mode pakaian yang baru. Tak tahunya nampang doang…

Trus ada apa dengan loper?

Ayolah kita pikirkan rame-rame. Tidak usah malu. Dan tidak perlu munafik, bahwa memang ada kesulitan yang luar biasa, dan harus segera di atasi. Kalau tidak industri pers akan lumpuh, dan program “meningkatkan minat baca” tentu tidak akan tercapai. Kita maklum semua, tanpa loper sebagus apa pun produk media cetak tidak ada apa-apanya. Belum ada cerita, karena loper tidak meloper lalu para sirkulator mengantar atau menjual sendiri medianya. Ini tidak mungkin. Tidak mungkinnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn! “Malu men!”

Nah, ini kebetulan. Kebetulan pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya mengampanyekan “Langit Biru.” Kita geser sedikit istilah itu dari sudut Loper menjadi “Angkasa Bening”. Maksudnya di atas sana tidak terlihat asap knalpot mobil hitam pekat menumpuk. Di Jakarta misalnya, kita slogankan Jakarta Bening. Dan loper menjadi pelopornya.
Lho, Kok Loper?

Begitulah skenarionya. Kita ajak Pemda DKI mengampanyekan Jakarta Bening. Ini dipicu oleh BBM yang naik. Kita sebut bahwa langitnya Jakarta sudah jorok. Dan karena itu perlu membatasi diri mengeluarkan mobil dari garasi. Naik sepeda saja. Termasuk bila mungkin ke tempat pekerjaan, seperti di China atau di India sana. Loper akan menjadi pionernya. Kita sebut saja pioner dan ogah pakai motor. Padahal sebetulnya karena para loper yang tadinya menggunakan motor sudah tidak mampu beli bensin. Ini realis. Karena memang pada dasarnya loper itu menjual tenaga. Maka naik sepedalah.
***
Di situasi sulit ini, tentu untuk membeli sepeda pun bukan hal mudah. Tidak mudah, karena harga sepeda pasti lebih mahal dari upah loper sebulan. Karena masih banyak juga loper yang untuk beli sepeda perlu meloper selama dua bulan. Sedih memang. Tapi ini adalah fakta. Maka, ini hanya sebuah ajakan, “kita gotong rame-rema aja ya, yuk!” (maaf, anda boleh tidak ikut, jika penerbitan anda merasa tidak memerlukan loper sebagai bagian dari distribusi.)
Jadi kita sumbangkan saja sepeda tersebut kepada loper yang sungguh-sungguh pekerjaannya adalah loper.

Lalu peran Pemda DKI?

Sebagai pelopor dan duta Jakarta Bening, Pemda DKI diikutkan sebagai sponsor. Taruhlah untuk tahap pertama ini mereka sumbangkan 1.000 sepeda, dan acara penyerahannya dilakukan di Loper’s Day 2008. Gubernurnya, Fauzi Bowo yang ketua Bike to Work menyerahkan langsung sepeda-sepeda itu. Imbal baliknya, semua media meliput dan bila perlu diiklankan di semua media cetak yang ada di Jakarta.

Ini adalah pekerjaan yang sangat mudah. Hanya 2 orang Pemred suratkabar kota melobby, katakanlah Warta Kota dan Berita Kota, maka semua akan beres. Dan Yayasan Loper Indonesia (YLI) siap menyajikan data loper secara akurat.

(Hidup Pemred,
Hidup Wartawan,
Hidup Sirkulasi, semangatlah loper
Jayalah Agen. Dan Bangkitlah minat baca bangsaku)
***
“Berjalan saja. Nanti Kamu akan ketemu jalan.”

No comments: