Anak Yang Kukasihi

Anak Yang Kukasihi
Obamaputralaris

Thursday, December 25, 2008

KOPI PAHIT

Kopi Pahit
Oleh : Laris Naibaho


Tukul sempat meringis, ketika acara yang dibawakannya Empat Mata dilarang tayang. Tapi, barangkali, sesuai slogannya Never Give's Up, dengan menambah satu kata Bukan Empat Mata, kini koceknya malah berlipat ganda.

Bukan Empat Mata, memang bukan karya semata Tukul. Kreator di belakangnya, tidak pernah berhenti mencari thema-thema yang aktual dan menarik untuk disajikan kepada penonton. Hasilnya, kendati acara ini sudah lebih satu tahun; Empat Mata + Bukan Empat Mata, penonton tetap setia dan jumlahnya bertambah tiap malam. Tentu saja dengan bertambahnya pemirsa, pemasang iklan pun berlomba-lomba untuk menjadi sponsor.
***
Kabar terbaru, di AS ada beberapa penerbit suratkabar yang bankrut, karena terlilit utang, atau adanya kejenuhan dari CEO nya untuk mengelola usaha penerbitan; meletihkan, tidak prospek dan atau memang sengaja membankrutkan diri, dan mengalihkan modal yang ada untuk membangun perusahaan di luar penerbitan, karena untungnya lebih besar, lebih cepat dan tidak perlu harus lelah menghadapi media internet yang sudah membumi dan nampaknya sulit dihambat.

Apakah penerbitan di Indonesia, lebih khusus lagi penerbitan yang berdomisili di Jabodetabek akan ada yang mengikuti? Ini pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak agen. Soalnya, dengan kondisi sekarang saja, agen sudah "kedap-kedip". Pembaca dan pelanggan berkurang, kecuali karena bersaing dengan media elektronik + Internet, juga pengaruh krisis global, yang menyuburkan angka pengangguran di kelas menengahbawah.
***
MenaiKkan harga suratkabar saat ini, tentu bukanlah bijaksana. Menutup apalagi, karena siapa lagi yang akan mendorong meningkatkan minat baca bangsa kalau bukan penerbit media cetak? Benar, menjadi pilihan pahit antara idealisme dengan bisnis yang bertujuan profit. Tapi masa iya awak penerbitan, sebutlah para CEOnya yang banyak juga alumni AS kalah sama Tukul?

Redesign halaman dan Format

Bila di situ ada pikiran, pasti ada jalan. Ada masalah ada solusi. Di awal kemerdekaan sedan-sedan di Indonesia besar-besar. Tapi, lihatlah di jalan, "small is beautiful" dan yang kecil itu lebih diminati, asalkan masih memenuhi kebutuhan pemaikanya.

Barangkali saja, mengambil contoh dari itu, penerbit mulai berpikir mengurangi jumlah halaman. Toh, banyak juga isinya hanya "berita basi", artikel "gendeng" dan ini dia...banyak juga iklan "busuk" yang kemarin, hari ini dan ntah sampai kapan ada trusssssssssssss. Padahal, saya dan Wim Tangklisan sudah sepakat mendefenisikan bahwa "Iklan adalah Berita".

Yang juga mungkin bisa di reduce adalah lebar halamannya. Tidak perlu lebar-lebar. Tangan saya selalu pegal melebarkan koran yang lebar. Ada suratkabar yang enak dibaca, tapi karena terlalu kecil, isinya sedikit dan iklannya tidak ada, menjadi sangat sulit untuk ditawarkan ke pembaca.

Jadi, untuk suratkabar-suratkabar yang berhalaman tebal, tapi isinya tidak lagi, maaf, tidak lagi perlu-perlu amat, pangkas saja. Trus, format, misalnyalah 11 cm lebarnya, kurangi 2 cm. Redesign format iklan displaynya, dan naikkan harganya. Pasti akan banyak uang yang bisa didapat; dari iklan dan dari cost untuk kertas.

Nah, penghasilan dari Iklan tentu saja digunakan untuk mengembangkan usaha penerbit itu sendiri. Sedangkan dari pengurangan kertas dialokasikan untuk loper, untuk buat tas, bantuan sepeda, dan biaya premi asuransi rawat inap, dan sekali setahun ber Happy New Year di Jakarta Convention Centre. Iya, nggak?
***
(Ngggggggggggggggggggak)
Kalau begitu, anda kalah sama Tukul.


--------------------------------------------------------------------------------
Mulai chatting dengan teman di Yahoo! Pingbox baru sekarang!!
Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah

No comments: